Cintaku padamu serupa puisi
yang lahir prematur
di ujung pena yang gemetar
mencoba mereka lafaz cinta
yang belum purna.
tak pernah purna.
(I)
Malam ini aku berpikir tentang puisi.
Lalu kau menjelma dalam imaji.
Bunda. Rinduku tak cukup kuungkap dalam kata-kata
Lebih dari puisi itu sendiri,
Ibu. Kaulah rindu.
(II)
Ibu.
Kini rindu tak lagi berupa
Hari-hari tanpamu adalah keabstrakan rasa.
Air mata tak lagi berarti suatu apa
Hanya mozaikmu
yang terhanyut arus waktu
Kunamakan ini rindu.
Rindu tak berupa.
yang tak dapat kueja lewat kata-kata
Ibu, tentangmu
Kata-kata tercerabut sudah dariku
puisi menghilang dari sentuhku
Selalu
Ibu, aku rindu.
Hanya itu.
yang lahir prematur
di ujung pena yang gemetar
mencoba mereka lafaz cinta
yang belum purna.
tak pernah purna.
(I)
Malam ini aku berpikir tentang puisi.
Lalu kau menjelma dalam imaji.
Bunda. Rinduku tak cukup kuungkap dalam kata-kata
Lebih dari puisi itu sendiri,
Ibu. Kaulah rindu.
(II)
Ibu.
Kini rindu tak lagi berupa
Hari-hari tanpamu adalah keabstrakan rasa.
Air mata tak lagi berarti suatu apa
Hanya mozaikmu
yang terhanyut arus waktu
Kunamakan ini rindu.
Rindu tak berupa.
yang tak dapat kueja lewat kata-kata
Ibu, tentangmu
Kata-kata tercerabut sudah dariku
puisi menghilang dari sentuhku
Selalu
Ibu, aku rindu.
Hanya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar