Tampilkan postingan dengan label Ibu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ibu. Tampilkan semua postingan

8 Desember 2011

Pesan Ibu

“Dulu, ketika aku menikah, tidak pernah berpikir punya anak seperti apa, gimana jaganya, biayainya sekolah hingga lulus kuliah nanti… tapi kujalankan saja…
Ketika melahirkan dirinya, hampir diriku menyerah, tapi demi melihatnya lahir ke dunia ini, tumbuh besar dan menjadi anak yang berguna, aku terus berjuang, walaupun harus berkorban diri ini demi kehadiran dirinya di dunia ini…
Dia telah lahir ke dunia ini, pertama kali melihatnya, ada perasaan bergejolak di diriku, aku terharu dan bangga sekali bisa membawanya ke dunia ini, aku berjanji, apapun yang terjadi, gimanapun susahnya hidup ini, anak ini harus kubesarkan dengan kedua tanganku…
Tidak mudah untuk membesarkan dirinya, dia bandel sekali ketika kecil, suka bermain lupa waktu, berteman dengan anak-anak nakal, tidak mau makan, susah disuruh mandi, susah dibujuk tidur waktu malam hari, kadang dia marah dan bentak padaku, kadang dia mengejekku, kadang juga dia menghinaku…
Ketika besar, dia merasa diriku terlalu membatasi dirinya, ini tidak boleh, itu tidak boleh, dia juga merasa aku terlalu kolot, ketinggalan jaman, tidak mengerti apa maunya, tidak setuju terhadap setiap kelakuannya…
Kadang sakit hati sekali diriku ini, tapi ingat ketika pertama kali menggendongnya, ketika melahirkannya, semua sakit ini hilang seketika… dia adalah anakku, anak kesayanganku…
Aku telah berjanji akan membesar dirinya, apapun yang terjadi, rintangan apapun yang kuhadapi, karena dia anakku… Harapanku besar kelak dia bisa menjadi anak yang berguna… Aku cinta padamu, anakku…
Kau lah, yang memberikan kekuatan pada diriku, membuatku mau bekerja keras pagi-siang-sore-malam, tidak takut akan sakit, derita.. Karena kehadiran dirimu lah membuat diriku ada artinya, bisa membesarkan dirimu dan mendengarkanmu memanggilku IBU, sungguh senang rasanya hati ini…
Aku tidak berharap banyak, hanya suatu saat, ketika dirimu sudah besar, kamu dapat menjadi anak yang baik, bisa hidup yang enak. Ibu mungkin sudah tua, tidak bisa hidup lama lagi, badanku ini sekarat, kerutan muka sudah banyak, perjalananku tidak lama lagi.
Jika kamu bekerja keras, tidak perlu sampai memberikan rumah yang bagus, uang yang banyak, semuanya itu untuk dirimu saja. Ibu hanya berharap kamu mau menyisihkan sedikit waktumu untuk menemani masa-masa tua ibu, bisa disamping ibu dan ngobrol dengan ibu, itu sudah lebih dari cukup…
Ibu Bangga denganmu, nak, mungkin tidak pernah terucap lewat kata, tapi ini ibu rasakan dari lubuk hati yang dalam… Maafkan jika selama ini ibu pernah marah denganmu, memukulimu, melarangmu ini itu, semua ini demi kebaikanmu, nak…
"Ibu Cinta padamu… dari dulu, sekarang, dan selamanya…”

24 Maret 2011

Ibu

Cintaku padamu serupa puisi
yang lahir prematur
di ujung pena yang gemetar
mencoba mereka lafaz cinta
yang belum purna.
tak pernah purna.

(I)

Malam ini aku berpikir tentang puisi.
Lalu kau menjelma dalam imaji.
Bunda. Rinduku tak cukup kuungkap dalam kata-kata
Lebih dari puisi itu sendiri,
Ibu. Kaulah rindu.


(II)

Ibu.
Kini rindu tak lagi berupa
Hari-hari tanpamu adalah keabstrakan rasa.

Air mata tak lagi berarti suatu apa


Hanya mozaikmu

yang terhanyut arus waktu

Kunamakan ini rindu.

Rindu tak berupa.
yang tak dapat kueja lewat kata-kata

Ibu, tentangmu

Kata-kata tercerabut sudah dariku
puisi menghilang dari sentuhku

Selalu

Ibu, aku rindu.

Hanya itu.
 

12 Maret 2011

Ibu, dalam diam Aku Memanggilmu


Ibu…

Erfan sakit hati lagi….!!!!

Cepat pulang, agar ibu tahu betapa rapuhnya Q….!!!!

Seandainya ibu tahu kondisi Erfan saat ini, ibu pasti akan mencabut kata-kata yang pernah terucapkan dari bibir ibu…!!!!

Masih ingatkah dengan ucapan itu ibu????

“Fan, dalam kondisi apa pun kamu tidak boleh menyakiti perempuan, meski pun kau sendiri yang tersakiti..!!!!”

Ibu…!!!!

Erfan hanya bisa menghela nafas panjang, kadang jika helaan itu tak mampu meredam amarah, buliran kecil dari sudut mata Erfan tanpa dipinta menetes juga akhirnya. Kemarin Erfan sudah tak berdaya, erfan mengalah dan Erfan pasrah ibu…!!!!. Kini, rasa sakit itu muncul lagi amat sangat sakit. Saking sakitnya, Erfan tak bisa berucap sepatah kata, bibir Erfan gugup keluh, terdiam dalam hening, membeku seperti salju. Hanya gumam dalam hati, pinta dalam doa, harap dalam cemas, “Ya Allah!Kenapa begini lagi, bukankah hamba sudah berusaha tegar, hamba sudah bersabar dan hamba tak lagi geram. Kenapa rasa sakit ini kau kembalikan lagi. Ya Allah, dari sudut hati hamba yang masih tersisa ini, izinkan hamba tetap melangkah, Laa Haulawalaa quuwata illa billaahi aliyyil adhiim…!!!”

Ibu..!!!

Apakah, sabdamu tempo hari itu, sudah menggariskan bahwa nasib dan takdirku seperti ini?, apakah Ibu telah paham bahwa hidupku akan sebegini deritanya???, apakah itu sebagai isyarat bahwa “Erfan harus tetap tegar, walau pun harus berderai airmata darah!!!!,” apakah itu kalimat yang sebenarnya ingin Ibu tanamkan dalam hati Erfan???, Jawab Ibu!!, sebab hati Erfan tak cukup luas, tak cukup kuat untuk menampung semua penderitaan ini.

Ibu…!!

Ibu Harus jawab pertanyaan Erfan!!!!

Siapa yang mengajari Erfan untuk setia???

Siapa yang mengajari Erfan untuk sebegitu sayangnnya…???

Siapa yang mengajari Erfan untuk tidak dengan mudah melupakan sesuatu????

Mengapa Erfan harus setia???

Mengapa Erfan harus sayang???

Mengapa Erfan harus memelihara kenangan itu???

Jawab ibu!!!!

Ibu…!!!!

Bantu Erfan menjwab dan menyelesaikan semua ini, sebab Erfan tak cukup kuat melanjutkan perjalanan, seperti yang ibu titahkan kepada Erfan. Erfan tak cukup memiliki kemampuan mengejar matahari seperti yang ibu perintahkan, tak cukup tenaga untuk mendaki gunung seperti yang ibu gariskan pada tangan kanan Erfan.

Ibu…!!!!

Rahasia apa yang sebenarnya engaku simpan dalam kalimat yang kau sematkan pada Erfan, adakah keajaiban dan mu’jizat dari kalimat itu?, jika ia, tolong berikan jawabannya walau dalam mimpi..!!!

Ibu…!!!

Dalam diam serta doa, penuh cinta dan benci Erfan memanggilmu…!!!!