20 Januari 2011

Teknik Penulisan Feature


Dalam sebuah surat kabar dikenal ada: berita, feature, tajuk, pojok, kolom, surat pembaca, iklan. Biasanya ada pula fiksi, karikatur, foto-foto. Berita dan feature adalah fakta, pojok dan tajuk adalah opini dari pengasuh koran, kolom dan surat pembaca adalah opini dari luar, iklan adalah sumber duit untuk penerbitan, sedang fiksi adalah karangan yang fiktif, bisa sebagai cerita bersambung, cerpen, dan sebagainya.
Dari sekian jenis isi surat kabar ini, feature yang paling sulit diberi batasan-batasannya. Dulu, dalam teori-teori jurnalistik lama, feature dibedakan dengan berita setelah melihat ciri yang paling menonjol; berita terikat pada bentuk penulisan piramida terbalik dan lead atau intro yang merujuk langsung pada persoalan, lalu syarat mutlak unsur 5 W dan 1 H harus dipenuhi. Sedang feature tidak.
Tetapi belakangan ini perkembangan penulisan berita menjadi lain, justru mengarah ke feature. Memang tidak semua koran melakukan hal itu, tetapi semua majalah dan koran mingguan pasti menerapkan teknik penulisan feature untuk berita-beritanya. Tak peduli “berita keras” atau “berita lunak”.
Dengan demikian batasan feature pun semakin kabur. Bahkan feature di masa sekarang ini juga mengacu kepada pemenuhan 5 W dan 1 H itu untuk memenuhi keinginan pembaca akan informasi yang lebih komplit. Dan feature di masa sekarang ini tak lagi cuma “enteng dan menghibur” tetapi terkadang sarat dengan kadar keilmuan — cuma pengolahannya secara populer. Juga dipakai untuk penulisan berita-berita yang dihasilkan dari pengumpulan bahan yang menda lam. Maka di sini lagi-lagi batasan feature kabur dengan investigatif news.
Feature bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidang kan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.
Lead
Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana). Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian.
Feature hampir sama dalam masalah lead, artinya harus memikat. Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup). enutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil paling akhir.Semua bagaian dalam fetaure itu penting. Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead saya sebutkan di sini:
Lead Ringkasan:
Lead ini hampir sama saja dengan berita biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang. Misal:Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu. Dan seterusnya…. Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat — apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu — bisa melewatkan begitu saja.
Lead Bercerita:
Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya. Misal:Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor… Preman itu tergeletak sementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yang sekejap itu …..Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.
Lead Deskriptif:
Lead ini menceritakan gambaran dalam pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang. Misal:Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu, sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangan kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukang parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani ….. dst….Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.
Lead Kutipan:
Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise. Misal:“Saya lebih baik tetap tinggal di penjara, dibandingkan bebas dengan pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah,” kata Sri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari LP Cipinang. Walau begitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara dijemput anak-istri…. dan seterusnya.Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan tapol sebagai tekad pemerintahan yang baru. Hati-hati dengan kutipan klise. Contoh: “Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnya sudah kita lihat bersama,” kata Menteri X di depan masa yang melimpah ruah. Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang agak unik.
Lead Pertanyaan:
Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru. Misal:Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik?Memang ada yang sinis dengan Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitan pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan …. dst….Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.
Lead Menuding:
Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara”. Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan. Misal:Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal, belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangan kalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara naik ke bus kota dari pintu depan dan tertib keluar dari pintu belakang? Mungkin tak pernah sama sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang. Dst….Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.
Lead Penggoda:
Lead ini hanya sekadar menggoda dengan sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu, cerita apa yang disuguhkan karena masih teka-teki. Misal:
Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi di masa itu keranjingan menulis surat.
Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini? Alinea berikutnya:Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta. Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAM dalam jumlah milyaran…. dan seterusnya.
Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.
Lead Nyentrik:
Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya. Misal:
Reformasi total.
Mundur.
Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.
Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat …. dst….
Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.
Lead Gabungan:
Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi. Misal:“Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti, ya, diganti,” kata Menteri Sosial sambil berjalan menuju mobilnya serta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum cerah sambil menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya, Menteri berkata pendek: “Bapak saya sehat kok, keluarga kami semua sehat….”Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan.
Batang Tubuh
Setelah tahu bagaimana lead yang baik untuk feature, tiba saatnya berkisah menulis batang tubuh. Yang pertama diperhatikan adalah fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek. Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil) mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelas kan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang bisa membayangkan. Tapi tak bisa dijejal begini: Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan. Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis: Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota…. Di bagian lain disebut: “Saya tidak mengharapkan,” kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak. Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35 centi 6 melimeter…, apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, Gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.
Ending
Jika batang tubuh sudah selesai, tinggallah membuat penutup. Dalam berita tidak ada penutup. Untuk feature setidak-tidaknya ada empat jenis penutup.
Penutup Ringkasan:
Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead.
Penutup Penyengat:
Membuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Seperti kisah detektif saja. Misalnya, menulis feature tentang bandit yang berhasil ditangkap setelah melawan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas sudah datang, dan bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi, ending feature adalah: Esok harinya, bandit itu telah kabur kembali. Ending ini disimpan sejak tadi.
Penutup Klimak:
Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Di masa lalu, ada kegemaran menulis ending yang singkat dengan satu kata saja: Semoga. Sekarang hal seperti ini menjadi tertawaan. Ini sebuah bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.
Penutup tanpa Penyelesaian:
Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan.Demikian sekilas tentang teknik penulisan feature. Akan halnya ide feature itu bisa diperoleh dari berbagai hal. Bisa dari kelanjutan berita-berita aktual, bisa mendompleng hari-hari tertentu, atau profil tokoh yang sedang ramai dibicarakan. Yang penting ada newspeg (cantelan berita), karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi.Kalau bulan Mei, tulislah feature tentang Hari Kebangkitan Nasional, misalnya. Jangan menulis feature tentang Pertempuran Surabaya di bulan Mei ini.

Bagaimana Menulis Straight News


Oleh Erfan Effendie*[1]

Bagaimana Menulis Straight News*[2]

Straight news merupakan bentuk berita langsung, bisa juga disebut berita aktual atau terkini. Hasil dari straight news umumnya menghasilkan tulisan yang memerlukan publikasi lebih cepat. Di media, baik cetak maupun elektronik straight news memiliki bobot yang lebih besar. Sebuah kejadian kebakaran yang terjadi di Pasar Mambo, Kota Baru sangat tepat untuk dijadikan hasil report straight news. Kejadian kebakaran itu baru saja berlangsung. Meski baru kemarin, tapi itu adalah peristiwa baru. Di media elektronik, seperti televisi mereka bisa menampilkan straight news dalam keadaan langsung. Wartawan bisa melaporkan kondisi yang terjadi saat itu juga. Jika saja mereka melakukan peliputan kejadian kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru, hasilnya bisa sangat baik.

Bagaimana dengan media cetak? Meski kejadiannya sudah berlangsung sehari, tapi itu tetap aktual. Perlu diingat, tidak semua orang bisa menyaksikan kejadian kebakaran melalui televisi, radio, atau yang lainnya, tapi media cetak memberi mereka kesempatan itu. Bahkan bisa dijabarkan lebih luas. Hal yang lebih penting, surat kabar yang dihasilkan media cetak memiliki pangsa pasar yang sangat besar. Jadi, tidak heran meskipun kejadian kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru itu telah dipublikasi di media elektronik, keesokan harinya orang masih membaca di surat kabar.
Beberapa strategi yang perlu dipahami seorang jurnalis di dalam membuat straight news adalah gambaran kondisi yang terjadi di lokasi liputan. Semisal, bila sang jurnalis tengah melakukan peliputan kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru, maka yang diperlukan adalah menggambarkan kondisi yang ada di sana. Tulislah poin-poin penting yang terjadi di lokasi atau TKP. Rinciannya mungkin Anda bisa menerapkan rumus 5W+1H yang sudah dibahas sebelumnya. Tulislah kondisi kebakaran itu, waktu kejadiannya, lokasinya, penyebabnya, berapa besar kerugian yang ditimbulkan, serta apa saja yang terjadi saat itu. Jangan lupa untuk mengorek data-data dari sumber-sumber yang layak dipercaya di lokasi peliputan. Keberadaan sumber itu akan sangat membantu Anda untuk mendapatkan hasil peliputan yang akurat.
Saat menulis Straight News yang tidak kalah pentingnya adalah bentuk tulisan. Umumnya, di media cetak dikenal beberapa model, salah satunya adalah piramida terbalik. Bisa Anda lihat seperti ini: sangat penting→ penting→ biasa→ tidak penting.
Pertama, cobalah Anda meruntut tulisan dari yang paling penting terdahulu. Jika tulisan yang akan Anda muat adalah kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru ungkaplah yang paling penting dari kejadian itu. Biasanya setiap jurnalis punya penilaian yang berbeda-beda. Tergantung dari sudut apa kejadian itu akan mereka tampilkan. Bila kebakaran itu menghanguskan ratusan kios. Maka poin ini layak Anda tempatkan di paragraph atau alinea pertama. Terus ungkap lagi informasi yang sangat penting dari peristiwa kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru itu. Ternyata dari hasil liputan, Anda menemukan 3 orang korban tewas. Maka itu juga sangat layak Anda tempatkan di awal-awal tulisan. Jangan sekali-kali Anda menempatkan persoalan yang tidak penting di awal tulisan Anda. Semisal, dari liputan kebakaran tersebut Anda melihat beberapa pengendara motor masih mondar-mandir. Itu merupakan sesuatu yang tidak penting. Berita Anda akan benar-benar menjadi ‘magnet’ bila di awal tulisan, Anda telah memberi bobot yang begitu penting. Masih banyak lagi yang bisa Anda tempatkan di awal tulisan dari kejadian kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru.

Kedua, runtut kembali poin-poin yang Anda nilai masih memiliki bobot yang cukup signifikan. Ya, informasi yang Anda nilai penting. Biasanya tulisan liputan yang bagus selalu mengupas hal lain dari hal-hal yang sangat penting sebelumnya. Saat Anda meliput kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru, Anda melihat beberapa orangtua yang dievakuasi dari lokasi kebakaran. Maka, itu juga penting untuk Anda tuliskan. Hal seperti ini bisa mendukung tulisan yang Anda buat di awal-awal paragraph tadi. Mungkin Anda juga melihat petugas kebakaran yang bekerja ekstra untuk melakukan pemadaman. Maka poin itu juga penting untuk ditulis. Hal lain, ternyata dari liputan itu, Anda mendapati beberapa warga yang mencoba mengevakuasi harta bendanya, maka itu juga sangat layak Anda tampilkan sebagai poin penting.

Ketiga, barulah Anda beranjak untuk melanjutkan hasil liputan yang bobotnya lebih rendah. Tulislah lanjutan dari kejadian kebakaran di Pasar Mambo, Kota Baru yang pastinya Anda memahami kondisinya. Semisal, dari kejadian kebakaran petugas mengerahkan sepuluh kendaraan pemadam kebakaran. Atau bisa jadi api yang padam hanya menyisakan puing-puing bangunan yang sudah hangus terbakar. Intinya, untuk sebuah tulisan liputan yang baik, hal-hal yang biasa selayaknya Anda juga tampilkan. Yang terpenting tidak mengurangi minat pembaca.\
Terakhir, adalah poin yang jika tidak Anda cantumkan tidak akan berpengaruh terhadap kualitas berita Anda. Sesuatu yang tidak penting biasanya hanya menambah tulisan Anda lebih melorot. (Baik juga bila Anda ingin menghabiskan tinta di layar komputer Anda, he..he..). Anda mungkin paling sering berhenti melanjutkan membaca hasil sebuah liputan karena tidak penting untuk dilanjutkan. Rumus ini biasanya berlaku umum, terkecuali Anda benar-benar membutuhkan informasi itu hingga tuntas. Anjuran saya, tulislah liputan berdasarkan model piramida terbalik ini. Mulai dari yang sangat penting, penting, biasa, hingga seterusnya. (*)


[1] Penulis adalah mantan Pemred (Lembaga Pers Mahasiswa) LPM Ara-Aita Fakultas Dakwah IAIN Supel dan Mantan Wartawan Tabloid Nurani (Jawa Pos Group)
 
[2] Disampaikan dalam acara Diklat Jurnalistik Dasar IKIP Bangil Pasuruan 

Teknik Wawancara Jurnalistik


Apakah Anda siap disebut wartawan dan menjalani profesi jurnalistik? Jika ya, Anda harus mampu melakukan wawancara sesuai dengan kode etik jurnalistik yang telah Anda dapatkan sebelum sesi ini. Jika Anda meramu tulisan dari berbagai sumber tertulis dan mengobservasi peristiwa di lapangan serta wawancara tanpa berpatokan pada kode etik jurnalistik, Anda disebut penulis atau pelapor, atau sedikit lebih keren, observer!

Kembali ke lap top! Makalah ini dijuduli demikian, karena dalam praktiknya, wawancara tidak hanya berlaku bagi wartawan dalam mendapatkan informasi dari sumber berita, tetapi juga berlaku dalam perekrutan karyawan atau promosi karyawan untuk jabatan yang lebih tinggi dalam sebuah perusahaan.
 Meskipun demikian, kedua jenis wawancara tersebut merupakan percakapan yang diarahkan oleh si pewawancara dengan tujuan memperoleh informasi dari pihak yang diwawancarai dengan cara menggali dan mengarahkan. Khusus untuk praktik jurnalistik, keberhasilan tugas jurnalisme terletak pada sumber berita dan keberhasilan  Anda sebagai wartawan dalam mengorek informasinya. Keberhasilan mengorek informasi tersebut sangat bergantung pada kemampuan Anda menggunakan teknik wawancara.

1. Sejarah Singkat Wawancara
Kunci wawancara yang baik “memungkinkan sumber berita mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkannya, bukan memikirkan apa yang hendak dikatakannya” (Mike Fancher, wartawan Seattle Times dalam Kusumaningrat, 2005: 189).
        Perlu Anda pahami, wawancara merupakan salah satu dari empat teknik pengumpulan informasi, yakni observasi langsung dan tidak langsung; pencarian melalui catatan publik dan partisipasi dalam peristiwa.
Teknik wawancara dikenal pada abad ke-19, ketika pertama kalinya sebuah wawancara  disajikan sebagai suatu karya jurnalistik oleh James Gordon Bannet pada 1836. Namun semua koran di London mencemoohkannya,  karena dinilai cuma bualan yang merendahjkan praktik jurnalistik. Di Amerika Serikat, pada 1700-an, awal tumbuhnya persuratkabaran, wartawan negara itu belum menjadikan wawancara sebagai faktor penting  praktik jurnalistik. Presiden Lincoln yang terkenal itu sering bercakap-cakap dengan wartawan, namun tidak pernah wartawan tersebut mengutip percakapan mereka. Charles Nordhhoff, Redaktur Pelaksana The Evening Post, New York menulis percakapannya dengan Presiden Andrew Johnson, namun tulisannya itu tidak pernah dimuat oleh pemimpin redaksinya.
Baru pada abad ke-20,  praktik wawancara diakui dan mencapai puncaknya. James Reston, Bob Woodward dan Carl Bernstein menelurkan karya jurnalistik yang hebat berdasarkan wawancara mereka. Era interview journalism berlanjut sampai sekarang bahkan wawancara dianggap sebagai tulang punggung pekerjaan jurnalistik serta kemampuan dan keterampilan yang mutlak dimiliki wartawan.

2. Persiapan Wawancara
        Pada dasarnya, di dalam suatu wawancara, pasti ada yang mewawancarai dan yang diwawancarai. Jadi, pasti ada pertanyaan dan ada pula jawaban. Persiapan wawancara sangat bergantung pada bentuk tulisan atau acara_jika medianya elektronik­_ yang diinginkan, atau pada penugasan redaktur Anda. Contoh, Anda ditugaskan untuk meliput peristiwa peledakan Bom  Bali Kedua pada 2005. Apakah wawancara yang Anda lakukan tentang peristiwa tersebut bertujuan untuk:
1.   menggali lebih jauh (digging the news) dan hasil penggalian itu ditulis sebagai berita keras (hard news)?
2.   atau sebagai cerita pelengkap (sidebar atau singleout)?
Untuk keperluan tujuan wawancara yang pertama, Anda tentu menggali hal-hal yang mengungkap latar belakang peristiwa dan akibat yang ditimbulkan. Caranya dengan mewawancarai pihak kepolisian serta satpam di sekitarnya dan beberapa saksi mata. Dalam hal ini tidak lupa juga meminta tanggapan sumber berita yang memiliki keahlian untuk mengurai teknologi bahan peledak yang digunakan.
Membaca kliping berita tentang peristiwa  serupa dapat memberikan inspirasi untuk menyusun pertanyaan. Demikian pula dengan membaca ensiklopedia untuk mencari tahu arti istilah TNT (trinitrotuluene), sebelum melakukan wawancara untuk minta keterangan dari ahli bom dan pakar laboratorium forensik Polri yang menganalisis peristiwa serupa selama ini.
Untuk keperluan tujuan wawancara yang kedua, penggalian berita lebih ditujukan pada hal-hal yang sifatnya memiliki unsur human interest guna menggugah empati pembaca, seperti latar belakang korban, kisah anak yang ditinggalkan ibu yang menjadi korban, dan sebagainya.
Kesalahan yang paling umum dijumpai pada banyak wartawan, aplaagi wartawanpemulaadalah kurangnya persiapan sebelum melakukan wawancara. Akibatnya, ketika terjun kelapangan untuk menemui sumber berita, wartawan tersebut sering kurang memiliki kedalaman dalam menyusun pertanyaan atau mengajukan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu, karena bentuk pertanyaannya terlalu standar, sehingga membuang waktu yang berharga bagi kedua belah pihak.
Kurangnya persiapan membuat Anda kurang menguasai persoalan dan kurang pula penghargaan yang diperoleh dari sumber berita. Jika ini yang terjadi, maka Anda menghadapi sebuah awal kerja yang tidak menguntungkan.
Mempersiapkan diri sebelum wawancara mutlak hukumnya, bahkan untuk pergi ke sebuah acara pun. Anda harus memperhitungkan:
1.   Siapa saja yang hadir?
2.   Adakah mereka bisa menjawab hal-hal yang ingin diketahui?
3.   Jika tokoh “Si Polan” hadir, apa yang bisa ditanyakan kepadanya?
Untuk berita harian dan mingguan, Anda harus membiasakan diri untuk mengetahui topik yang sedang hangat di tengah masyarakat. Topik yang sedang hangat ini dikenal dengan istilah “quote of the day”. Untuk mengetahuinya, Anda harus mengikuti trend berita setiap hari, dan membiasakan diri membaca koran, majalah, dan buku-buku yang berhubungan dengan topik hangat tersebut. Dengan begitu, Anda memperoleh bahan wawancara yang sangat besar, khususnya untuk feature yang memprofilkan seseorang.
   Anda harus ingat, wartawan bukan saja mewakili media tempat Anda bekerja, tapi juga menjadi wali bagi pembaca di setiap peristiwa. Oleh karena itu, berita yang Anda tulis harus dapat membuat pembaca seakan-akan berada di tempat kejadian, begitu juga dalam feature profil hasil wawancara, yang membuat pembaca seakan-akan berhadapan sendiri dengan tokoh yang diprofilkan, karena penulisan tentang faktanya hidup dan rinci.
Di samping itu, Anda juga harus tahu bahwa banyak persoalan yang bertalian dengan profesi, birokrasi dan berbagai persaingan yang menuntut pemikiran dan pengambilan keputusan dengan cepat, tepat, terarah dan bermanfaat. Sehubungan dengan itu, masyarakat cenderung memilih informasi yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi mereka. Karenanya, media yang spesifik diminati sepanjang dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Kebutuhan yang dimaksud berkisar pada: kebutuhan untuk mengikuti perkembangan aktual dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional; menurunkan ketegangan, mengatasi rasa kesendirian, mempelajari sesuatu atau mengisi waktu; kebutuhan memperoleh informasi mutakhir sebagai bahan pembicaraan dalam pergaulan sehari-hari, perencanaan aktivitas dan pengembangan pemikiran.

3. Jenis Wawancara
3. 1 Menurut Caranya
3. 1. 1 Cara Wawancara Tatap Muka
           Wawancara ini dilakukan dengan cara berhadap-hadapan yang memungkinkan penggalian informasi lebih dalam dan luas, karena sebelumnya dilakukan perjanjian dengan sumber berita, topik dan fokusnya sudah dirancang, bahkan kesempatannya pun lebih khusus, baik tempat maupun waktu yang disediakan.

3. 1. 2 Cara Wawancara Melalui Telepon
        Ini dilakukan untuk mengkonfirmasi dan mengejar deadline. Percakapannya sangat singkat dan umumnya sumber berita sering menolak untuk menjelaskan setiap pertanyaan secara panjang lebar, kecuali sumber berita sudah akrab dan biasa menjadi sumber berita si pewawancara.
Dibandingkan dengan wawancara tatap muka, wawancara telepon lebih terbatas, pewawancara tidak bisa melihat langsung mimik lawan bicara, padahal mimik dapat menyiratkan bahasa tbuh seseorang tentang kebenaran yang diucapkannya.

3. 1. 3 Cara Wawancara Kelompok
           Wawancara ini dilakukan lebih dari satu orang sumber berita dalam satu kesempatan. Kesempatan seperti ini biasanya muncul ketika terjadi peristiwa bencana alam atau kriminalitas, namun bisa juga untuk keperluan menulis feature keluarga yang berhasil

3. 2 Menurut Tujuannya
3. 2. 1 Tujuan Berita Kutipan (Quote Story/ Talking News)
        Berita kutipan adalah berita yang berisi pernyataan-pernyataan yang diucapkan seseorang atau beberapa orang sumber berita yang bidang keahlian, pengetahuan, atau keadaan pribadinya memberi makna  pada pernyataan-pernyataannya.

3. 2. 2 Tujuan Berita Wawancara
        Berita yang didasarkan pada wawancara adalah berita yang faktanya dikumpulkan melalui proses wawancara. Dalam hal ini wartawan bertanya dan sumber berita   menjawab.
        Perbedaan wawancara untuk berita kutipan dengan berita wawancara terletak pada tekanan beritanya. Berita kutipan fakta-faktanya didapat dari hasil wawancara, tetapi tekanannya bukan pada faktanya, tapi pada penilaian dan validitas sumber berita,yaitu keahliannya.

4. Proses Wawancara
        Jurnalisme modern mengenal 3 bentuk berita yang dihasilkan dari 3 macam wawancara: (1) wawancara berita (news interview yang memberikan keterangan ahli tentang masalah yang sedang hangat; (2) wawancara profil pribadi (personality interview) yang memberikan kesempatan kepada sumber berita yang diwawancarai untuk mengungkapkan kepribadiannya melalui kata-katanya sendiri; (3) wawancara kelompok (symposium interview) yang mengangkat pandangan atau sikap sejumlah responden, yang kadang-kadang dalam jumlah yang besar, sebagai berita.

4. 1. Proses Wawancara Berita
        Berita kutipan dengan ahli planologi merupakan contoh hasil wawancara berita. Berikut adalah ciri utama wawancara yang termasuk dalam kategori wawancara berita.
1.         Masalah yang menjadi pokok wawancaranya berasal dari topik yang sedang hanta diberitakan.
2.         Sumber beritanya, narasumber yang diwawancarai memenuhi syarat untuk menjelaskan atau memberikan penerangan bahwa fakta-fakta saja belum mengungkapkan kejelasan. ia biasanya merupakan sumber berita yang akan dipercaya oleh khalayak karena keahliannya, pendidikannya, posisinya, atau statusnya.
3.         Hasil wawancara menambah pengetahuan atau pemahaman khalayak secara berarti tentang sesuatu masalah. ia menjelaskan, meluaskan wawasan, menghilangkan prasangka, memberikan pandangan dengan kegelisahan atau dengan optimisme. Ia menawarkan pendalaman yang jarang dimiliki oleh berita faktual yang sederhana.

          Pentingnya berita yang ditulis dari hasil wawancara, berita ini jelas. Di abad internet seperti sekarang ini, tidak seorang pun memiliki cukup kemampuan  untuk mengevaluasi, memahami, atau bahkan mencerna sebagian besar  fakta-fakta yang terbentang di hadapannya. Hal inilah yang membuat timbulnya kewajiban kepada media massa untuk membantu khalayak dengan jalan menyodorkan latar belakang fakta-fakta untuk memudahkan pemahaman.
          Ketika terjadi bencana banjir Suingai Bohorok di kabupaten Langkat, Sumatrera Utara (Sumut_ yang memakan korban 100 jiwa manusia lebih, wartawan bergegas memburu lokasi kejadian, menghubungi pihak yang berkompeten di Sumut maupun di pemerintahan pusat di Jakarta untukdimintaiketerangan.
          Semua itu dilakukan untuk memberikan penjelasan dan membuat interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan. jurnalisme abad ini menuntut para wartawan bekerja  lebih keras lagi. Pembaca surat kabar abad ini tidak puas lagi hanya dengan penyajian  fakta-fakta. Mereka menuntut pula latar belakang kejadian dan bagaimana prospeknya serta seberapa jauh  dampak bagi dirinya.
          Perhatikan tiga ciri wawancara berita tersebut: topiknya adalah masalah hangat; yang diwawancarai adalah pihak-pihak yang umumnya akan diterima oleh khalayak; penjelasannya bertujuan menyingkap fakta-fakta yang tertutup kabut menjadi fakta-fakta yang menimbulkan perasaan lega karena dipahami.      

4. 2. Proses Wawancara Profil Pribadi
        Wawancara profil pribadi berada di tengah-tengah antara wawancara berita, yang memerlukan keterangan ahli dan awwancara kelompok yang membutuhkan pandangan dan sikap sejkumlah responden.
Umumnya wawancara profil pribadi dilakukan dengan tokoh terkenal atau selebritas. Detail yang sifatnya intim tentang sosok terkenal itu disajikan kepada pembaca demi kepuasan pembaca yang selalu menyenangi tokoh terkenal dan ingin mengetahui segala hal tentang   tokoh terkenal tersebut.
Tapi tekanan dalam ketiga wawancara tersebut tidak sama. Wawancara berita maupun wawancara kelompok berusahja mencari tahu pendapat narasumber tentang sesuatu masalah atau topik atau  peristiwa. Wawancara profil pribadi berusaha mencari tahu hal-hal seputar  diri narasumber sendiri, terutama hal-hal yang membuat dia bisa menjadi orang terkenal dan bagaimana kisahnya sampai ia mencapai kedudukan sebagai orang terkemuka.
Pembaca juga memiliki minat lain dalam membaca hasil wawancara profil pribadi ini: dalam membaca berita atau tulisan tentang sosok pribadi terkenal, pembaca biasanya menghubungkan sifat-sifat dan kisah kehidupan tokoh terkenal atau selebriti tersebut dengan harapan menemukan sesuatu  di dalamnya yang akan membantu dia mencapai sukses dalam hidupnya sendiri.
Dalam semua teknik pengumpulan berita, tidak ada teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan siapa dan apa seseorang itu selain teknik wawancara profil pribadi. Dalam berita hasil  wawancara profil pribadi, seorang wartawan membantu narasumber menunjukkan orang macam apa dia sebenarnya melalui caranya berbicara, bersikap dan bertindak.
Dalam wawancara profil pribadi, tokoh terkenal atau orang yang hanya menarik itu dibiarkan mengatakan dengan kata-katanya sendiri apa yang disukai atau tidak disukainya,m sikapnya tentang makanan atau tentang keadaan masyarakat sekarang atau tentang jalannya pemerintahan, tentang harapan-harapan dan antusiasmenya, tentang kekecewaannya dan sebagainya. Apa yang dikatakan dan bagaimana sosok ini mengatakannya membuat khalayak pembaca merasakan seakan-akan sosok ini berhadapan dengan mereka.
Tulisan berita atau feature hasil wawancara seperti ini nyata sekali bedanya dengan tulisan sketsa biografi. Sketsa biografi yang ditulis dengan menjaga jarak dengan narasumber, bertutur tentang narasumber: di mana dan kapan ia dilahirkan, berapa anaknya, kapan dia diangkat dalam jabatannya sekarang atau kapan memulai karirnya, dan sebagainya. Sktsa biografi lebih mirip dengan pola pemberitaan kematian atau dengan  pola tulisan  dalam buku “Apa dan Siapa”. Sketsa biografi tidak atau hampir tidak mengandung kehangatan  atau keintiman wawancara, di mana wartawan yang terampil dapat membuat ucapan-ucapan dan sikap laku narasumber terasa hidup.
Wawancara sosok pribadi, selain dapat digunakan untuk mem-profilkan  pribadi terkenal, dapat pula digunakan untuk mem-profilkan sosok “pribadi yang menarik” dan “pribadi yang tipikal, yang khas”.
Sosok pribadi yang menarik tidak perlu terkenal mungkin saja ia hanya terkenal di desanya atau kecamatannya. tapi perjangan hidupnya bisa memberikan inspirasi bagiorang lain.Misalnya, seorang petani yang dapat menghasilkan 10 ton padi per hektar, jumlah yang melebihi hasil tertinggi 8 ton padi dalam sehektar.
Contoh lainnya,  seorang penyembuh alternatif yang  terbukti dapat menyembuhkan penyakit kanker; seorang pengerajin rotan yang mampu mempekerjakan para penganggur sekampungnya karena hasil kerajinan rotannya diekspor ke luar negeri yang memberikan pendapatan seorang pengusaha besar.
Sosok pribadi yang tipikal atau yang khas pun sama tidak perlu terkenal, asalkan dia merupakan sosok pribadi yang berbeda dari sesamanya. Misalnya bisa saja dia seorang tukang tambal ban yang khas cara menambalnya; seorang anggota satpam yang khas cara menjalankan tugasnya; seorang tukang becak yang khas karena ia punya hobi memasang bendera semua partai di becaknya, seorang polwan yang khas, seorang pedagang mie yang khas karena  pembelinya orang-orang bermobil, dan sebagainya.    
Dalam menghimpun bahan untuk menyusun tulisan tentang profil pribadi, Anda harus memastikan untuk memberikan gambaran yang benar dan seimbang tentang tokoh yang diceritakan, tidak hanya memusatkan perhatian pada hal-hal yang tidak biasa tentang dia. Para pembaca ingin mengetahui pula apa yang menjadikan sosok tersebut berhasil dalam hidupnya, sebab itu diwawancarai pula orang-orang yang dekat dengan dia, dimintai pendapatnya, bahkan kalau perlu musuh atau pesaingnya juga bisa dimintai penilaiannya.
Melakukan wawancara untuk profil pribadi sedikit berlainan tekniknya dengan wawancara untuk berita, terutama kalau narasumber yang akan diwawancarai merasa dirinya tokoh terkemuka. Selain itu, tokoh berita biasanya orang-orang sibuk, segala sesuatu yang menghemat waktunya dianggap menguntungkan, sebab itu Anda sebaiknya mengadakan perjanjian terlebih dahulu, melakukan persiapan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi sekitar dirinya dan jika ada waktu sempatkan dulu membaca buku-buku hasil karyanya.

4. 3. Proses Wawancara Kelompok
        Wawancara kelompok tidak dilakukan dengan satu atau dua narasumber saja, tapi dengan banyak narasumber, karena tujuannya ntuk mendapatkan keterangan dari berbagai sumber. Biasanyatopik yang menjadi bahan wawancara sedang hangat menjadi perhatian khalayak, seperti masalah pemilihan presiden, misalnya, sehingga orang-orang yang bisa berkomentar tentang masalah atau topik tersebut dapat dijumpai hampir di segala penjuru. Penting untuk Anda perhatikan, dalam wawancara jenis ini, topik yang menjadi bahan wawancara harus memiliki dampak yang luas. Misalnya, kenaikan bahan bakar minyak oleh pemerintah bukan saja dampaknya dirasakan oleh  pemilik kendaraan bermotor, tapi juga oleh rakyat yang sehari-hari menggunakan bahan bakar minyak tanah dan industri yang menggunakan solar sebagai bahan bakar penggerak mesin di pabrik-pabriknya.
        Narasumber yang diwawancarai untuk berita wawancara kelompok ini bukan orang-orang penting atau orang yang mempunyai otoritas di suatu bidang keahlian, tetapi orang biasa yang memiliki pandangan atau tanggapan yang sifatnya khas. Tanggapan mereka jika dijadikan satu akan menunjukkan bagaimana situasi yang diberitakan mempengaruhi masyarakat. Pendapat salah seorang di antara mereka, jika diambil sendirian, sudah tentu tidak mempunyai nilai berita. Di sini nilai itu terletak pada bobot kumulatif dari semua hasil wawancara yang dijadikan satu. Kadang-kadang tanggapan dari kelompok yang mewakili warga masyarakat biasa bisa bercerita banyak ketimbang berlembar-lembar pidato di depan sidang DPR.
        Perbedaan antara tanggapan ahli dan warga biasa berlaku juga sebagai unsur yang membedakan wawancara berita dengan wawancara kelompok.Meskipun sebagian besar wawancara berita hanya menampilkan kontribusi satu narasumber saja, beberapa di antaranya mungkin mengambil bahan dari berbagai sumberr. Dalam pemberitaan tentang kenaikan  harga bahan bakar, misalnya, komentar datang dari pemilik kendaraan bermotor, pengemudi angkutan kota, pemilik pabrik, dan ibu rumah tangga. Semuanya merupakan sumber berita yang berwenang mengomentari masalah tersebut menurut kepentingan masing-masing.   

5. Wawancara yang Efektif
        Upaya meningkatkan diri secara terus-menerus dalam kemampuan mewawancarai harus senantiasa Anda lakukan, bahkanhal ini merupakan suatu yang mutlak, jika ingin mencapai jenjang karier yang baik dalam dunia jurnalistik. Berikut saran agar wawancara Anda efektif dan produk wawancara Anda lebih baik.
1.         Usahakan agar wawancara berlangsung 30 menit lebih lama dari yang direncanakan, sehingga dalam waktu yang lebih itu bisa muncul hal yang memperkuat isi waawancara.
2.         Jangan biarkan narasumber menunggu, datanglah tepat waktu.
3.         Usahakan menyusun dulu peretanyaan dalam buku catatan Anda, untuk berjaga-jaga jika Anda “mati langkah” dalam bertanya, terutama menyangkut pertanyaan pokok yang bisa jadi sesuatu yang penting bagi narasumber. Berilah tanda untuk pertanyaan yang sudah dijawab.
4.         Usahakan posisi duduk tidak berjarak terlampau jauh untuk menciptakan suasan yang lebih akrab. Jika narasumber adalah seorang eksekutif top sebuah perusahaan, usahakan wawancara dilakukan di luar kantornya untuk menghindari gangguan yang bisa merusak suasana. Carilah tempat yang disukainya.
5.         Usahakan Anda selalu membawa alat tulis cadangan, begitu pula buku catatan. Selain untuk mencegah terjadinya gangguan ketika sedang berwawancara gara-gara kehabisan tinta atau kehabisan kertas, hal itu juga dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa Anda seorang profesional. Tulislah hari, tanggal dan jam serta tempat wawancara. Seandainya sumber berita Anda didampingi oleh asistennya atau rekannya ketika sedang diwawancarai, catatlah nama dan nomor telepon orang itu untuk berjaga-jaga kalau  suatu saat diperlukan.
6.         Mulailah dengan pertanyaan ringan untuk sekedar pemanasan dan menciptakan rasa percaya diri sumber berita Anda. Jangan dulu mengeluarkan buku catatan, apalagi alat perekam. Ciptakan dulu suasana yang menyenangkan. Mintalah izin tidak keberatan jika wawancara itu direkan dengan alasan agar tidak salah kutip atau demi akurasi berita.   

6. Bentuk Pertanyaan Wawancara yang Efektif
        Setelah langkah awal dilakukan dan wawancara memasuki tahap mengajukan pertanyaan-pertanyaan, Anda seharusnya mengetahui bentuk-bentuk pertanyaan yang berbeda untuk mendapatkan jawaban yang berbeda juga. Berikut ini adalah pertanyaan yang sebaiknya Anda pahami. Perhatikan tabel berikut.

Tabel 1
BENTUK PERTANYAAN WAWANCARA YANG EFEKTIF
No.
Jenis Pertanyaan
Contoh Pertanyaan
1.
Terbuka
F  “Wah, Bapak rupanya senang berolahraga. olahraga apa saja yang Bapak lakukan secara rutin?”
2.
Langsung
F   “Bapak Walikota, bagaimana perkembangan tentang masalah anggaran itu, Pak?” 
3.
Tertutup
F   “Berapa besar yang dianggarkan untuk perjalanan dinas 2009, Pak?” 
4.
Menyelidik
F  Mengapa Bapak menganggarkan 20% lebih besar untuk perjalanan dinas 2009 depan, Pak?” 
5.
Bi-Polar
F  “Apakah anggaran itu diumukan kepada media pada pukul 9 pagi besok, Pak?”  
6.
Cermin
F  “Jadi, Pak Wali, Anda mengatakan, para pejabat Anda memang perlu lebih banyak melakukan perjalanan dinas pada 2009?
7.
Hipotesis/ Sugestif
F   “Apakah Bapak pernah mempertimbangkan untuk mengurangi anggaran perjalanan dinas guna menghemat pendapatan?”

6. 1 Bentuk Pertanyaan Terbuka
        Pertanyaan ini diajukan untuk mencairkan kebekuan dalam awawncara dan tidak dimaksudkan untuk mengorek keterangan yang berkaitan dengan topik wawancara. Pertanyaan ini membuat sumber berita terpancing untuk berbicara.
6. 2 Bentuk Pertanyaan Langsung
        Ketika pertanyaan berkembang, pertanyaan dapat menjadi lebih spesifik. Pertanyaan langsung berusaha untuk menemukan sifat atau keadaan suatu topik. Ini juga termasuk pertanyaan terbuka.
6. 3 Bentuk Pertanyaan Tertutup
Pertanyaan langsung seringkali mendahului suatu pertanyaan tertutup. Awas! selangkah lagi Anda bisa terjebak mengajukan pertanyaan interogasi! Anda bukan polisi!
6. 4 Bentuk Pertanyaan Menyelidik
Pertanyaan ini seringkali mengikuti pertanyaan langsung dan pertanyaan tertutup, bahkan lebih spesifik. 
6. 5 Bentuk Pertanyaan Bi-Polar
        Pertanyaan ini diajukan untuk mendapatkan jawaban “ya” atau “tidak” tanpa komentar tambahan.
6. 6 Bentuk Pertanyaan Cermin
Pertanyaan ini diajukan dengan menegaskan kembali pertanyaan terdahulu dan membuat sumber berita meninjau ulang secara singkat pernyataan sebelumnya. Jawabannya biasanya menambah pemahaman wartawan tentang butir-butir permasalahan tertentu.
6. 7 Bentuk Pertanyaan Hipotesis atau Sugestif
        Menjelang berakhirnya wawancara, Anda bisa bertanya kepada sumber berita untuk berspekulasi tentang suatu topik atau pokok permasalahan yang sedang hangat. Jika bertanya kepada Walikota tentang kemungkinan adanya pengurangan anggaran perjalanan dinas dikurangi, maka Anda dapat mengajukan pertanyaan hipotesis. Ini adalah pertanyaan hipotesis dalam bentuk sugesti atau saran.
7. Anjuran dan Larangan Dalam Wawancara
        Di samping terampil mengajukan pertanyaan yang efektif, sebagai wartawan Anda juga harus memperhatikan beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam wawancara. Perhatikan tabel berikut.
Tabel 2
ANJURAN DAN LARANGAN DALAM WAWANCARA
No.
Anjuran
Larangan
1.
F  menulis hal yang penting saja, menandai hal yang menarik dalam catatan, meminta sumber berita untuk mengulangi ungkapan yang menarik, dan melengkapi catatan setelah wawancara
F  menulis setiap kata yang dikemukakan sumber berita
2.
F  tenang dan punya perhatian penuh terhadap setiap ucapan sumber berita setelah mengajukan pertanyaan
F  memperlihatkan sikap seakan-akan Anda lebih mengetahui
3.
F  cobalah kembalikan pembicaraan ke pokok masalah, jika sumber berita melompat ke pokok pembicaraan yang disukainya, tetapi menyimpang dari keinginan Anda
F  mengorek-ngorek hidung
4.
F  Ingat! Anda adalah wartawan yang memerlukan bantuan
F  melihat ke kiri dan ke kanan
5.
F  ulangi dengan cara lain pada pertanyaan berikutnya dengan menjelaskan bahwa jawaban itu penting dan tidak memberatkan narasumber, bahkan sebaliknya, jika sumber berita menolak menjawab sebuah pertanyaan
F  sibuk sms atau menelepon/ menjawab telepon
6.
F  tanyakanlah apakah narasumber mau menambahkan lagi di akhir wawancara. Hal ini penting untuk menghindari jika setelah dipublikasikan, dia menilai ada yang kurang. Di samping itu, bisa saja muncul keterangan yang menarik karena dirasakannya suasana wawancara cukup menyenangkan dirinya, padahal tadinya mungkin mencurigakan.

7.
F  mintalah kesediannya menerima telepon jika seandainya ada hal yang terlupa. Mintalah kartu nama untuk mengetahui ejaan nama yang benar, jabatan dan nomor  telepon/ handphone-nya. Jika tidak ada kartu nama, mintalah narasumber sendiri menuliskan namanya dalam buku catatan Anda disertai gelar dan jabatan, nomor telepon kantor, telepon rumah dan telepon genggamnya.


8. Keterangan Tambahan Selama Wawancara
        Jika berminat menulis feature tentang narasumber yang sama, Anda harus menambah beberapa keterangan tambahan selama melakukan wawancara seperti uraian berikut.
1.   Catatlah penampilan dan sifat-sifat khusus  atau tingkah laku yang dengan jelas membedakan dia dari orang lainnya. Cermatilah dengan seksama.
2.   Mintalah nama-nama dan alamat beberapa teman dekat sumber berita dan jika mungkin juga pesaingnya. Wawancara singkat melalui telepon dengan orang-orang ini (teman dekat maupun pesaingnya) mungkin memberikan kedalaman perspektif yang berharga pada hasil wawancara Anda.
3.   Mintalah kepada sumber berita Anda untuk ikut memberikan pendapat tentang dirinya sendiri_mungkin kebiasaan atau adat-istiadatnya_yang tidak diketahui publik. Ini semua akan memberikan pemahaman tambahan tentang kepribadian dan perilaku sumber berita Anda.
4.   Bertanyalah sedalami mungkin tentang kehidupan keluarga sumber berita, jika perlu lakukan wawancara dengan pasangan hidupnya, setidaknya melalui telepon untuk menambah pendalaman tentang pribadi narasumber.

9. Wawancara Sebagai Sebuah Strategi
Anda harus paham, kerja wartawan mengandalkan ketahanan dan tantangan fisik dan kecerdasan intelektual. Tantangan selalu saja ada, tidak hanya di saat perang, di saat damai pun demikian. Wartawan yang meliput peristiwa banjir, gunung meletus, kebakaran, pemogokan buruh, huru-hara, kriminal dan peristiwa lainnya. Riskannya, seringkali tidak ada asuransi yang diberikan dari perusahaan. Oleh karenanya, Anda perlu memasang strategi.
        Strategi ini Anda butuhkan dalam peristiwa yang biasanya dialami oleh wartawan baru di kota kecil. Anda tiba di tempat kejadian tabrakan mobil setelah orang banyak pergi. Korban sudah dibawa ke rumah sakit dan bekas tabrakan sudah dibersihkan. Dalam situasi ini wawancaralah yang menyelamatkan Anda!
Keterangan tentang peristiwa tabrakan dapat Anda himpun dengan mewawancarai beberapa penghuni rumah yang berdekatan dengan tempat kejadian. Setelah itu Anda dapat mewawancarai polisi lalu lintas yang bertugas di kawasan  tempat kejadian tersebut yang mungkin mengetahui nama-nama orang yang terlibat.
Jika tidak berhasil menghubungi polisi lalu lintas bersangkutan, Anda masih dapat menghubungi bengkel terdekat untuk memeriksa kerusakan yang dialami mobil yang bertabrakan itu. Setelah berhasil mencatat kerusakannya, Anda juga harus mencatat nomor polisi mobil tersebut jika pemilik bengkel tidak mengetahui nama-nama pemiliknya.
Anda juga hars menelepon atau mendatangi kantor polisi atau kantor bersama pengurusan STNK untuk menayakan pemilik kedua mobil yang Anda catata nomor polisinya tadi. Anda juga harus menelepon rumah sakit terdekat. dari sumber-sumber inilah Anda berhasil mengetahui identitas dan tempat keberadaan orang yang terlibat  dalam kecelakaan tadi. Jika ada yang mengetahui korban meninggal, Anda segera menghubungi rumah sakit yang menampung jenazah korban.
Wawancara ini termasuk kategori wawancara kelompok. Fakta yang diungkapkan oleh sejumlah narasumber adalah fakta seputar kejadian tabrakan yang diangkat menjadi berita.

10. Wawancara Jurnalistik Radio dan Televisi
        Banyak mata acara di radio dan televisi yang berbentuk wawancara, baik pada karya artistik maupun jurnalistik. Pada mata acara wawancara jurnalistik, topiknya harus yang benar-benar diperlukan dan diingini oleh sebagian besar khalayak serta benar-benar bersumber dari masyarakat sendiri.
        Dalam wawancara diperlukan seorang pewawancara yang pada wawancara jurnalistik harus menempatkan diri sebagai wakil khalayak. Artinya, pertanyaan yang diajukan kepada sumber berita  merupakan pertanyaan yang memancing jawaban mereka. Jawaban ini merupakan  informasi yang bebar-benar diperlukan dan diinginkan khalayak.
Pertanyaan yang diajukan kepada sumber berita harus mampu memancing jawaban yang dapat mendudukkan masalah hangat pada porsinya, sehingga setelah mendengar jawaban atau pendapat sumber berita, ketidakpastian di tengah masyarakat menjadi berkurang atau hilang sama sekali.
Jika topik bahasan menyangkut banyak aspek, masing-masing aspek tersebut harus terwakili oleh sumber berita yang relevan, sehingga jalannya wawancara berimbang.
Wawancara jurnalistik yang baik

11. Menghadapi Penolakan Sumber Berita
        Hal mengecewakan yang bakal Anda alami sebagai wartawan adalah penolakan oleh sumber berita yang hendak diwawancarai. Penolakan ini mungkin karena sumber berita tidak ingin menjadi saksi suatu peristiwa yang menyebabkan ia dipanggil ke kantor polisi atau ke pengadilan, atau mungkin juga karena takut mendapat teguran dari atasannya jika ia seorang pejabat atau karyawan, dan sebagainya.
          Anda harus ingat, kewajiban wartawan di jagad raya ini sama: menemukan fakta yang harus diberitakan demi kepentingan umum! Dalam situasi seperti tadi, Anda tidak boleh menyerah. Anda harus yakin, jika seseorang secara sengaja menghindari wartawan dengan tidak menjawab telepon, menutup telepon, atau main petak umpet dengan wartawan, sesungguhnya orang tersebut akan rugi sendiri, karena sebagai wartawan, Anda juga diwajibkan memasukkan dalam berita Anda bahwa sumber berita menolak diwawancarai atau menolak berbicara. Selanjutnya, pembaca akan menarik kesimpulan sendiri tentang sebab-sebab penolakan tersebut.
        Oleh sebab itu, Anda harus memberi tahu juga kepada sumber berita bahwa penolakannya itu juga akan Anda beritakan. Pemberitahuan demikian biasanya akan mengurungkan niat sumber berita untuk tetap bungkam.
        Sumber berita terkadang melakukan penolakan karena takut pernyataannya ditangkap atau dikutip secara keliru seperti yang ia baca dan saksikan di media massa. Untuk menghadapi hal ini, Anda harus memperlihatkan sikap yang menesankan kepercayaan pihak sumber berita. Cara melakukan pendekatan pun sangat menentukan dalam membuat sumber berita berbicara.
        Katakanlah kepada sumber berita bahwa tujuan mewawancarai dia didasari itikad baik dan niat mencari keterangan secara akurat dan berimbang. Jika Anda berhasil meyakinkannya, maka sumber berita  tersebut akan berterima kasih karena akhirnya ia dapat berbicara  kepada seseorang yang menaruh simpati terhadapnya dan memberikan kesempatan kepadanya untuk berbicara menurut versinya sendiri tanpa menjelaskan fakta yang sebenarnya.
        Perilaku yang suka menggertak dan membual sering ditemui wartawan di lapangan. Beruntung jika Anda memiliki sedikit informasi yang tidak diharapkan oleh sumber berita tersebut. Dengan memasukkan informasi ini secara cerdik ke dalam wawancara, Anda dapat membendung nafsu sumber berita untuk menggertak dan membual. Namun sebaliknya, jika Anda tidak memiliki penghetahuan untuk menggertak sumber berita, Anda akan membuka front melawan pernyataan dengan pernyataan. Selamat bertugas!
***