11 Juli 2011

Senja yang Mengajariku tentang Hidup

Senja bersemburat merah di ujung horizon. Pucuk-pucuk sinar jingga tertinggal malu-malu, dari Sang Surya yang mulai meringkuk ke peraduannya. Petang mulai padat mengisi ruang. Bias kegelapan menyelisip perlahan di antara garis-garis cahaya yang mulai memudar. Pantulan langit pada samudera berpendar mempesona walau gelap mulai makin kelam. Burung-burung terbang pulang ke sarang, melintas berkilasan berbaur dalam bianglala penuh nuasa seribu warna.
Memandangi keindahan di ujung petang, di antara selisir angin laut dan kehangatan sisa-sisa mentari senja. Duduk sendiri di pinggir jendela kamar, berkawan dengan keheningan. Ning yang tenang. Nang yang hening. Kesunyian begitu kental menyesakkan sanubari. Wangi mawar-mawar di ujung taman, yang menyeruak masuk tanpa diundang, tak mampu menggelitik menggoyangkan renjana hati.
Entah mengapa, di hari-hari terakhir ini ribuan getaran rindu tak pernah berhenti menghujam dada. Datangnya bagai bara, panas membakar menghanguskan ruang jiwa. Datangnya bagai sebungkah es, dingin menggigit membekukan sekelumit kesadaran hati yang tersisa.
Terlalu lama sudah aku bermimpi. Menelusuri angan mengikuti jejak sejarah yang pernah kau lukiskan. Menjembatani khayalan merengkuhmu menari dalam irama cinta di antara gerimis pagi. Tapi langkahmu Kekasih, begitu jauh berputar terbawa angin segara. Makin menghilang di sela-sela kabut yang mengitari lautan.
Sudah kucoba menata lagi hamparan puing-puing hati yang tertinggal. Mencoba menghapus jejak-jejak langkahmu yang tersisa di pasir-pasir pantai rumah cinta kita. Menggapai asa merengkuh harapan di kepingan awan putih di atas sana. Kadang tersedak menghirup sisa udara yang wanginya kau tinggalkan.
Malam makin kelam. Kegelapan mulai menyentak -nyentak, perlahan menyelimuti peraduan Sang Surya yang terlelap. Dewi Malam bergandengan tangan dengan Rembulan, mulai berdiri berjingkat perlahan mengitari bumi. Lalu dengan lembut ditiupnya sisa-sisa lilin jingga dari senja yang kemerahan. Wangi mawar yang mulai menguncup masih tertinggal di ujung kamarku, namun pelan-pelan mulai tergantikan dengan keharuman sedap malam yang menguasai kegelapan.
Terpesona memandangi sore yang Kau tinggalkan di sudut mimpi, tanpa sadar sepasang tangan lembut sudah beberapa saat merengkuhku dalam pelukan. Kehangatan menjalar meneduhi hujan yang mengalir lewat mataku. Ada salam sayang menyeruak masuk lewat wajah kunang-kunang di tepi taman. Ada kekuatan untuk tetap bersama dalam lingkaran tangan. Mengajak melafalkan kata-kata baru.
Malam makin berdandan rapi. Daun-daun kering mulai menggugurkan diri. Alampun mulai bersemadi.
Kekasih...ada ikrar lain yang aku pasrahkan pada dinding-dinding hati lainnya. Sisa-sisa keindahan yang ingin aku rengkuh. Melajukan perahuku bersama angin barat, mencari danau biru, awan biru, laut biru dan ikan-ikan yang menari ditimpa silaunya Mentari.
Toh esok, langit akan kembali terang dan awan-awan kembali memutih bagai kapas, beriringan mencari kelahiran dan menghadapinya dengan senyuman teramat manis.
Kekasih..bantu aku bermimpi lagi, berjingkat-jingkat di permukaan telaga bening mengalun bersama riak air .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar