Gedung Bioskop Menjadi Tempat Pengajian
Pertama
Awalnya tak ada yang
menyangka jika apa yang dilakukan oleh KH. Khioron Syuaib seperti yang nampak
saat ini. Ia hanya menlanjutkan apa yang telah ia lakukan sejak awal tahun 80
an itu.
Seperti yang ia
kisahkan kepada tim penulis, awalnya dia merasa ragu untuk berdakwah di sekitar
rumahnya (Bangunsari, red), alasannnya adalah kesempatan untuk berhasil sangat
kecil sekali, sebab pada awal tahun 80 an jumlah Pekerja Sek Komersial (PSK,
red) di daerah tersebut mencapai 3000 an jumlahnya, yang tersebar di 12 RT di
Bangunsari.
Tak hanya itu saja,
karena pendidikannya yang belum tuntas – KH. Khiron saat itu tengah melanjutkan
pendidikannya di S1 Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya – juga menjadi
alasan keraguan untuk berdakwah di daerah yang penuh dengan kemaksiatan itu.
Namaun, dalam hatinya
selalu merasa ada yang tak nyaman tatkala melihat kemaksiatan yang selalu
terjadi di hadapannya, ia merasa harus ada sesuatu yang ia perbuat untuk menyelamatkan
mereka (Psk dan Germo, red), sebab ia yakin dalam hati kecil mereka ingin
sekali bertobat dan kembali ke jalan Allah. Dan ia juga percaya bahwa Allah
akan mengampuni dan memaafkan dosa hambanya yang bertaubat.
Atas dorongan hati
nurani dan perintah agama, KH Khiron Syu’aib memantapkan diri untuk menolong
mereka dari lembah hitam tersebut, mengangkis mereka dari dunia kelam dan
mengembalikan mereka ke jalan Allah (Ajaran Islam, red).
Langkah pertama yang
dilakukan KH. Khiron Syuaib untuk melancarkan dakwahnya adalah melakukan
pendekatan terhadap para perangkat desa di Bangunsari, hal tersebut ia lakukan
dengan alasan, peranan perangkat desa kala itu hingga kini benar-benar dominan,
terutama jabatan RW i Bangunsari, tak heran jabatan RW begitu di idamkan oleh
masyarakat Bangunsari. Selain prestise alasan finansial juga menjadi penyebab
jabatan RT begitu diburu di tempat itu. Tak hanya itu saja, siapa pun yang
menjadi ketua RT di desa tersebut setiap keputusannya akan di ikuti oleh Psk
dan Germo. Oleh karena itu, sebelum mendekati para Psk dan Germo KH. Khoiron
terlebih dahulu mengambil hati para perangkat desa di tempat itu, terutama
ketua Rt.
“Boleh dibilang, ketua
RW, sebagai wali kota kecil di kampung,
sekalipun waktu itu sulit sekali menghindar dari 5 M: Main (Judi), Minum (Main
Judi), Madon (Main Perempuan), Madat (Menghisap Ganja), dan maling
(Mencuri),” katanya.
KH Khoiron Syu’aib
menambahkan, kala itu ia juga sering mendapati Ketua RW tengah asyik berpesta
menikmati minuman keras bersama PSK dan Mucikari. Kendati pun ia mengetahui hal
tersebut, dirinya tak langsung menegurnya. Setelah Pak RW sadar, KH Khoiron
Syu’aib baru megajaknya berdialog mengenai kebaikan dan masa depan kampungnya.
Setelah melaukan
dialog-dialog kecil dengan para prangkat desa, pada akhirnya KH Khoiron
mendapatkan izin dari mereka untuk melakaukan dakwah dan pembinaan mental kepada
para Psk dan Germo. Kala itu, perhatian KH Khoiron tertuju pada Gedung Bioskop
Bintoro yang lokasinya tak begitu jauh dari rumhanya, tepatnya berada di ujung
jalan Bangunsari, gedung tersebut saat ini sudah tidak ada. Selain karena
lokasinya yang tak begitu jauh, gedung bisokop tersebut menjadi wahan hiburan
murah meriah bagi para Psk, Germo dan para hidung belang. Kala itu, KH Khiron
dalam benaknya berfikir, Gedung bisokop tersebut bisa menjadi salah satu media
untuk memulai aktifitas dakwahnya. Dan menjadi gerbang awal dakwahnya untuk
menolong menyadarkan kekeliruan para PSK dan Germo.
Atas persetujuan dan
bantuan para perangkat desa kala itu, gedung bioskop mendadak berubah, tak
seperti biasanya. Pasalnya jika pada hari-hari biasa usai menonton film mereka
(PSK dan Germo, red) langsung kembali dan berkatifitas, kala itu meraka harus
mendengarkan ceramah dan tegur sapa dari KH Khioron dulu.
“Waktu itu, saya
sedikit kaku dan nirvous, sebab para PSK nya yang datang tidak hanya dari
Bangunsari saja, dari gang Dolly, Jarak, Kremil Moroseneng dan Tambaksari juga
berkumpul di situ. Dan ketika berbicara, saya juga tak langsung berkata akan
berdakwah di situ, saya hanya menyapa dan berusaha lebih dekat dengan mereka,
itu yang pertama kali saya lakukan,” kisahnya kepada tim penulis.
Dalam syi’ar dakwahnya,
Kiyai yang tinggal di kelurahan Dupak RT 5 RW 4, Surabaya ini cukup sederhana
dan tak muluk-muluk atau bahkan menganacam para Psk dan germo. Dirinya hanya
mengutip ayat yang menyebutkan bahwa Allah akan mengampuni dosa apa pun kecuali
dosa syirik atau meyekutukannya.
Jadi, menurutnya
sekotor apa pun, sebesar apa pun dosa manusia, selama ia tidak syirik dan
menyekutukan Allah, nisacaya Allah akan mengampuni dosa hambanya. Ayat tersebut
selalu ia sampaikan tatkala berceramah. Sebab ia menilai, untuk menyadarkan
para PSK dan Germo tidak perlu ancaman atau pun pemaksaan kepada mereka. Pada
hakikatnya mereka butuh dorongan, motivasi, harapan dan keterampilan, tentunya
hal tersebut tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu dan proses
serta kesabaran dan pendekatan secara personal terhadap mereka.
Lambat laun kehadiran
KH. Khoiron di tengah-tengah para PSK dan Germo menjadi sesuatu yang berbeda,
jika sebelumnya tak ada cahaya terag di daerah tersebut, kini setelah bapak
tiga anak ini hadir diantara mereka kehidupan mereka mulai menemukan cahaya
ilahi, pasalnya sejak saat itu, sekitar 30 PSK dan Germo memantapkan hati rutin
mengikuti pengajian yang diadakan di gedung bisokop meski pun sebelumnnya harus
di putarkan film-film india. Kala itu KH Khiron begitu bersemangat dan gigih
membina mereka.
Dakwah KH Khoiron tidak
hanya brelangsung di dalam gedung bisokop, ia juga tak segan-segan menyapa dan
berdialog kecil dengan para PSK dan Germo di mana pun tempatnya. Sebab ia yakin
dengan pendekatan dan berusaha memahami masalah mereka hal tersebut akan mempermudah
menyadarkan mereka.
Seperti pengakuan KH
Khoirn kepada tim penulis, menurutnya terjerumusnya mereka (PSK, red) bukan
semata-mata karena materi. Banyak diantara mereka yang memilih jalan kelam itu
karena merasa disakiti oleh laki-laki (Suaminya, red), ada juga karena himpitan
ekonomi, yang lebih mengiris hati sebagian mereka datang karena diiming-imingi
perkerjaan yang menjanjikan, santai dan penghasilannya lumayan besar.
“Mereka rata-rata ditipu,
baik oleh orang yang baru ia kenal, atau bahkan temannnya sendiri. Disisi lain,
mereka datang ke Surabaya tanpa keterampilan apa-apa, mereka juga tidak punya
keluarga atau kenalan di sini, sehingga mereka memilih jalan pintas dengan
menjadi pelacur,” kenangnya.
Terlanjur
Dikenal
Sejak kepopuleran
bioskop mulai menurun, masayarakat tak lagi berbondong-bondong datang
mengunjunginya, namun nama KH Khiorn Syu’aib sebagai Kiyainya PSK dan Germo
terlanjur dikenal oleh mereka (PSK dan Germo, red). Meski pun tak ada lagi
nonton film India, mereka (para PSK dan Germo yang insyaf, red) tetap mengikuti
pengajian KH Khoiron yang digelar setiap Selasa malam ba’da Isya’.
Hal tersebut membuat KH
Khoiron Syu’aib tambah bersemangat untuk terus berdakwah di daerah tersebut,
sebab ia yakin suatu saat, desanya akan terbebas dari dunia prostitusi.
Kala itu, KH Khioron
tak hanya memikirkan nasib para PSK dan Gremo, ia juga prihatin terhadap putera
dan puteri para PSK dan Germo. oleh karena itu, 1996 ia bersama masyarakat di
sana merintis brdirinya Taman Pendidikan Al-Quran yang siswanya mayoritas anak
para PSK dan Germo. Hingga kini, siswa dan siswinya berjumlah sekita 300
santri. Tiga tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1999 Ia mendirikan majlis
taklim yang jumlahnya mencapai 70 jamaah. Begitu pula ketika tempat pengajian
yang ia adakan di gedung Bisokop di pindahkan ke Balai RW 04 Dupak, Bangunsari.
Para PSK dan Germo yang begitu mencintainya ikut dan tetap rajin mengikuti
pengajian yang digelar setiap hari jumat.
Santai
Tapi Penuh Makna
Berbicara tentang
materi pengajian yang disampaikan dan startegi apa yang dilakukan oleh KH
Khoiron Syu’aib dalam dakwahnya tentu memiliki kesan tersendiri. Betapa tidak,
seperti yang ditemukan tim penulis di lapangan, ketika tim penulis mengikuti
pengajian rutin setiap Hari Jumat di balai RW 04 baru-baru ini, sungguh di luar
dugaan, sebab apa yang disampaikan oleh KH Khoiron Syu’aib kepada para PSK dan
Germo yang saat itu jumlahnya sekitar 60 an jamaah tak seperti yang ada dalam
benak tim Penulis.
Kala itu pengajian
memang terlihat berbeda jika dibandingkan dengan minggu-minggu sebelumnya. Sore
itu selain pengajian rutin, acara juga diisi dengan pemulangan 20 mantan PSK
dan Germo ke daerah asal mereka. Selain dihadiri oleh KH Khoiron Syu’aib dan
beberapa perangkat desa, acara tersebut juga dihadari oleh Mustafa Kamal,
Kepala Dinas Sosial (DINSOS)Jawa Timur.
Acara dibuka secara
seremonial yang diawali dengan pembacaan ayat suci alquran, setelah itu
dilanjutkan dengan sambutan dari dari ketua RW 04 Kelurahan Dupak Bangunsari
Surabaya, tak ketinggalan Kepala Dinsos Jatim juga memberikan sambutan pada
acara tersebut.
Acara yang dinanti pun
akhirnya tiba, siraman rohani dari KH Khoiron Syu’aib. Setelah dipanggil oleh
pemandu acara (MC) KH Khoiron Syu’aib menempati tempat yang telah dipersiapkan.
Sambil memegang micropohe yang disediakan panitia, ia menyapa para jamaahnya
(Germo dan PSK), ucapan salam KH Khoiron Syu’aib dijawab serentak oleh mereka.
“Gimana kabarnya
Ibu-ibu, sehat semua kan?,” sapa KH Khoiron Syu’aib memulai ceramahnya.
Serentak para jamaah
menjawab pertanyaan KH Khoiron Syu’aib
“Iya pak Ustad.”
Sejurus kemudian,
laki-laki yang pernah menjadi guru SMP Tunas Buana, Wahid Hasyim, dan Pangeran
Diponegoro, Surabaya ini menlanjutkan ceramahnya.
“Hari ini, kita
kedatangan tamu dari Dinsos Jatim, selain itu kita juga harus bersyukur kepada
Allah, sebab saudari kita yang jumlahnya sekitar 20 orang telah menyatakan diri
insyaf dan akan kembali ke daerah tempat asal mereka. Dan mudah-mudah pada
hari-hari selanjutnya semakin banyak dan bertambah dari para jamaah yang
meyatakan berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK dan Germo,“ kata KH Khoiron
Syu’aib.
Sontak seluruh jamaah
yang hadir menjawab pernyataan dan ucap syukur KH Khoiron Syu’aib,
“Amin!” jawab para
jamaah serentak.
KH Khoiron Syu’aib
melanjutkan santapan rohaninya, tapi kali ini ceramahnya diselingin dengan guyonan,
ia nampak santai dengan baju berotiv batik, peci nasional (Warna Hitam,
red) jelana kain lengkap dengan sepatunya. Badannya yang tegap membuat ia
terlihat gagah dan berwibawa. Maski pun ceramahnya santai-santai saja, tetapi
ada kesan para PSK dan Germo begitu meresapi apa yang diampaikan oleh KH
Khoiron Syu’aib.
Salah satu buktinya
adalah ketika KH Khoiron Syu’aib menanyakan kepada seluruh jamaah yang hadir
pada saat itu,
“Ibu-ibu, kalo selalu
berbuat dosa itu temannya siapa????,” tanyanya sambil melempar senyum kepada
jamaah.
“Temannya setan pak
Ustad,” jawab jamaah ber koor.
“Kalo setan tempatnya
dimana ibu???,” sambung KH Khoiron Syu’aib menimpali jawab ibu-ibu.
“Di neraka!!!” Jawab
ibu-ibu.
“Kalo sudah tahu
tempatnya setan di neraka, kenapa ibu-ibu masih mau dan senang berteman dengan
setan????” selidik KH Khoiron Syu’aib sambil tak lepas dengan senyumnnya.
“Karena enak,” jawab
salah satu ibu, sontak jawaban ibu tadi mengundang tawa seluruh isi ruangan
pada sore itu.
“Enak di dunia tapi di
akhirat bersama dengan setan menjadi penghuni neraka,” jawab KH Khoiron
sekaligus mengakhiri tawa riuh di ruangan tersebut.
Pengajian tak
berlangsung lama, kurang lebih sekitar 15 menit. Jika dilihat memang terksan
santai dan seperti bayolan semata, tapi begitulah dakwah KH Khoiron Syu’aib,
yang memang terkesan nyantai tapi penuh makna. Sebagai acara penutup KH Khoiron
Syu’aib mengajak seluruh jemaah yang hadir untuk bershalawat kepada Nabi
Muhammad SAW.
Kemudian, pembagian
sebako kepada para mantan PSK dan Germo yang akan pulang ke daerah masing.
Pembagian sembako tersebut dipimpin langusung oleh Bapak Musthofa Kamal yang
didampingi oleh segenap perangkat desa dan pada sesi acara terakhir sendiri.
Pembagian sembako sendiri merupakan akhir dari serangkaian acara yang digelar
pada sore itu.
Setelah pengajian mingguan
itu usai, para PSK dan Germo yang masih aktif kembali ke tempat merka
masing-masing dan menjalankan aktifitasnya kembali sebagai PSK dan Germo.
Selain di atas, menurut
KH Khoiron Syu’aib juga selalu melakukan pendekatan dan dialog-dialog kecil
dengan para PSK dan Germo, harapannya agar mereka merasa selalu diperhatikan
dan tak ada lagi niatan kembali ke dunia hitam tersebut. Selain itu, KH Khoiron
Syu’aib juga meyelipkan wacana-wacan tentang perobatan dan pintu tobat dari
Allah kepada mereka. Dan jika sudah dirasa mampu dan mumpuni, KH Khoiron
Syu’aib juga mengajak para PSK dan Germo untuk mengaji beberapa kitab, seperti Riyadus
Solikhin, Mukhtarul al Hadits, serta kitab Aklhak.
“Pengajian tersebut
saya lakukan dengan melibatkan semua elemen msayarakat yang ada di sini, mulai
dari perangkat desa, para PSK dan juga Germo,” ujarnya.
Kata-kata hikmah yang
keluar dari lisan KH Khoiron Syu’aib penuh dengan semangat memaafkan. Tidak
pernah sekali pun keluar kata-kata tentang ancaman dosa, hukuman serta
kesalahan manusia. Setiap kali berdakwah ia tak lepas dari dagelan dan
lagu-lagu yang sengaja ia nyanyikan untuk jamaahnya, serta tak lupa myisipkan
kalimat-kalimat alquran untuk menyemangati mereka (PSK dan Germo, red). Dirinya
tak pernah mengaku orang yang suci, bahkan tanpa ragu di hadapan jamaahnya ia
berkata, “Saya berdosa, anda juga berdosa; kita semua berdosa. Tapi, melalui
sifat rahman dan rahimnya Allah kita bisa kembali ke jalan yang
diridhaiNya,” tentunya penytaan KH Khoiron Syu’aib ini begitu berkesan dan
pesan yang membesarkan hati mereka.
Diancam
Sebilah Pedang
Apa yang dilakukan dan
dirintis KH Khoiorn Syu’aib tak selalu berjalan mulus dan tanpa halangan. Tidak
semua masyarakat Bangunsari menerima kehadirannya. Cibiran, cemohan dan hinaan
pernah menderanya, seperti yang ia ceritakan kepada tim penulis, ada segelintir
orang yang mencibir apa yang dirinya lakukan, “Untuk apa dia berdakwah di sini,
toh setelah keluar dari tempat itu (Gedung Bioskop, red) mereka akan bekerja
lagi seperti biasanya, buang-buang waktu saja,” kenangnya menirukan cibiran
orang yang tak ia sebutkan namanya.
Memang terlihat unik
dan aneh. Seakan sebagai sebuah profesi dan menjadi mata pencarian. Sebab,
meski pun mereka (PSK dan Germo, red), rajin mengikuti pengajiannya KH Khoiron,
mereka juga tetap menjalani aktivitasnya sebagai PSK dan Germo, hal tersebut
yang selalu disayangkan oleh masyarakat yang tidak senang terhadap kehadiran KH
Khoiron. Dan mereka menganggap apa yang dilakukan KH Khoiron hanya perkerjaan
yang sia-sia.
Tetapi, KH Khoiron
memiliki pendapat yang berbeda, dirinya tak pernah menegur bahkan mengancam
jamaahnya yang kembali lagi menjadi pelacur atau germo, sebab ia yakin hidayah
dari Allah datangnnya tidak bisa ditebak dan direkayasa, apa yang ia lakukan
hanya sebatas usaha seorang hamba untuk menolong hamba yang lain, seiman yang
sedang tersesat. Persoalan insyaf atau tidak itu urusan Allah SWT. Tapi dirinya
yakin, suatu saat Allah akan menurunkan hidayah dan membuka pintu hati mereka
(PSK dan Germo) untuk bertobat. Yang penting menurut KH Khoiron, kita sebagai
manusia tak pernah lelah dan putus asa membimbing mereka.
Cobaan lain yang lebih
serius adalah ketika dirinya diancam dengan sebilah golok oleh salah satu germo
di tempatnya, secara terang-terangan si germo mendatangi tempat pengajiannya
dan mngancam akan membunuhnya. Hal tersebut tentunya menggegerkan dan membuat
suasana tegang waktu itu, namun KH Khoiron tak begitu menanggapi dan meladeni
ancaman si germo, bahkan ia tetap menghormati dan menunjuukan simpati kepada si
germo yang mengancamnnya. Sebab ia menganggap ancaman sebilah pedang dari si
germo merupakan salah satu cobaan yang ia hadapi dalam dakwahnya,
“Saat itu saya
biasa-biasa saja, tetap santai dan tenang, karena saya yakin banyak warga yang
akan membantu saya. Dan meski pun saya di ancam seperti apa pun bentuknya, saya
akan tetap menjalankan aktivitas saya,” kisahnya kepada tim penulis.
Selain godaan yang
mengancam keselamatnnya, suatu saat ia juga pernah mengalami cobaan yang
mengelikan. Pasalnya, ia pernah di rayu dan digoda agar mejadi suami atau
diminta untuk menikahi salah satu PSK di tempat itu. Hal tersebut sering
terjadi diluar aktivitas dakwahnya. Bahkan ketika ia sedang berjalan-jalan
disekitar daerahnya untuk mencari angin ada salah satu PSK yang dengan berani
menarik tangan KH Khoiron untuk diajak “Main” namun hal tersebut ia tolak
dengan santun dan berusaha tak melukai perasaan si perayu.
“Ada perasaan sungkan
dan malu waktu itu, tapi saya rasa ini salah satu cobaan dakwah yang saya
lakukan,” katanya mengenang apa yang pernah ia alami.
KH Khoiron sadar tak
mudah untuk menghilangkan aktivitas pelacuran di sesanya tersebut, tapi paling
tidak ia bisa membantu mengikis pelacuran di daerahnya melalui pendekatan hati.
Berdakwah dengan bil hikmah melihat persoalan dari dalam diri PSK
sendiri. Tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap mereka, membiarkan mereka
insyaf dengan sendirinya, mendapatkan hidayah dari Allah dengan sendirinya. Apa
yang ia lakukan hanya membantu mereka saja.
“Saya berdakwah ala
Wali Songo saja, berdakwah dengan pedekatan hati,” katanya.
Ia yakin, dalam hati
kecil para para PSK dan Germo ada keinginan untuk berhenti dari dunia
kelamnnya, mereka pasti ingin berhenti dari dunia yang bergelimang dosa dan
maksiat itu. Tak ada seorang pun yang ingin selalu hidup dihantui oleh rasa
bersalah dan dosa, ia pasti ingin kembali ke jalan yang bernar jalan yang
diridhoi oleh Allah yaitu Islam. Hanya waktu dan hidayah Allah yang bisa
menjawab
Kegetiran mereka.
Ketekunan dan keyakinan
KH Khoiron Syu’aib telah membuahkan hasil, setidaknya itu yang sekarang
terlihat. Pembinaan mental yang disampaikan KH Khoiron Syu’aib rupanya banyak
menyentuh dan megena pada hati para PSK mau pun Germo. palin tidak Jika dibandingkan dengan akhir
tahun 1980 an di tempat itu masih berdiri tegak sekitar 700 rumah bordir
sebagai pusat prostitusi. Bandingkan dengan sekarang, yang jumalah PSK nya
hanya sekitar 300 dari 4000 an PSK dan
germo. Dan dari 300 an PSK ini pun, KH Khoiron Syu’aib bersama Ketua RT diminta
oleh Dinsos Jawa Timur untuk melokalisasi mreka cukup pada RT 1 dan 2 saja.
Tujuannya, untuk memudahkan pembinaan dan kontrol terhadap mereka.
“Itulah keajaiban dan
hidayah dari Allah, kalau Allah berkehendak siapa pun tak bisa menghalanginya,”
katanya.
Spesialis
Nikah Sirri
Satu hal yang menarik
bagi tim penulis, selain aktif sebagai da’i ia acap kali menikahkan sirri para
PSK atau Germo yang telah insyaf. Hal itu dilakuannya secara ihklas dan suka
rela.
Bagi KH Khoiron Syu’aib
sendiri, permintaan untuk menikahkan sirri mantan PSK dan Germo memiliki kesan
tersendiri baginya. Pasalnya, hal tesebut menjadikan salah satu keberhasilan
dan tujuan dari dakwahnya sendiri.
Baginya pernikahan sirri
(pernikahan secara syariat Islam dinyatakan sah,red), meski pun secara hukum
meyalahi aturan yanga ada, hal tersebut (nikah sirri, red) harus tetap
ia lakukan bilamana ada permintaan dari mereka (PSK dan Germo, red). Sebab,
jika dibirkan maka yang terjadi para PSK dan laki-laki hidung belang akan tetap
tinggal serumah, layaknya suami isteri, inilah yang ia tak inginkan.
“Bagi saya yang
terpenting adalah mereka tidak melanggar syariat islam, dan mereka sadar serta
mau bertobat,” katanya.
Tak terhitung berapa
kali ia menikahkan sirri anak binaannya (PSK dan Germo, red), yang
terpenting baginya kumpul keboo, kemaksiatan tak terus-terusan merajalela.
Berbuah
Manis “Diundang Konjen Hongkong”
Bagi sebagian besar
da’i di Surabaya, keberadaan KH Khoiron Syu’aib sebagai juru dakwah spesialis
para PSK dan Germo sudah tak asing lagi. Dan dirinya pun tak pernah
mempermasalahkan sebutan di atas, baginya apalah arti sebuah nama atau
panggilan, yang terpenting dan utama adalah apa yang ia sampaikan kepada para
PSK dan Germo mengena di hatinya.
Dirinya sadar, pada
hakikatnya gaya ceramahnya tak ada yang istimewa, bahkan terkesan biasa-biasa
saja. Tidak berkoar-koar layaknya orator. Hanya saja materi yang
disammpaikannya sarat dengan pesan bahwa antara si penceramah dan yang
diceramahi sama-sama memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang seimbang,
artinya apa yang ia sampaikan kepada jamaahnya seharusnya sudah ia lakukan
sebelumnnya. Sederhananya seorang da’i bukan hanya pandai berceramha saja,
tetapi juga harus melakukan apa yang ia ceramahkan.
“Saya rasa banyak yang
pintar berceramah, tapi sedikit yang mengamalkannya. Allah mengnacam melalui
salah satu ayatnya, kaburo maqtan ‘indallahi antaquuluuna maalaa taf’alun.
Yang mendegarkan pun juga tak luput dari ertanggung jawabannya, bahwa setiap
penglihatan, pendengaran dan pikiran akan dimintai pertanggung jawabannya, innasam’a
wal bashara wal fuaada qullu ulaaika kaana ‘anhu mas‘ula,” katanya.
Ternyata ketenaran KH
Khoiron Syu’aib sebagai kiyainya PSK dan Germo terdengar juga oleh Konsulat
Jenderal (Konjen) Hongkong yang ada di Jawa Timur, pada bulan Ramadhan 2008 ia
bersama salah satu petugas Dinas Sosial Jawa Timur di undang untuk berceramah
di hadapan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang ada di negara tersebut.
“Selama 15 hari saya
keliling ceramah di beberapa tempat penampungan TKW asal Indonesia yang ada di
sana,” katanya.
Dalam hasil dialognya
dengan para TKW yang ada di sana, ia menceritakan setiap hari minggu mereka
(TKW, red) libur kerja. Kesempatan liburan itu tak disia-siakan oleh mereka,
atas kesadaran mereka membentuk kelompok-kelompok pengajian, nah keberadaan
kelompok-kelompok pengajian tersebut kemudian terlihat oleh Konjen Hongkong di
Surabaya, hingga mereka mendatangkan dirinya.
“Undangan untuk
berceramah di hadapan ribuan TKW di Hongkong sebelumnnya tak pernah saya duga.
Dan ini merupakan kehormatan bagi saya sendiri, sebab saya sendiri tak pernah
menyangka akan sampai ke sana untuk berceramah selama satu bulan penuh,”
bebernya kepada tim penulis.
Begitulah sosok KH
Khoiron Syu’aib “Kiyainya Para PSK dan Germo,” kendati pun prestasi dan
penghargaan sedimikian rupa telah diraihnya, tetapi laki-laki berbadan tegap
ini tak pernah membanggakan diri, penampilannya yang bersahaja, rumahnya yang
terlalu wah, tak pernah mebedakan setiap tamu yang datang ke rumahnya.
Banginya semuanya sama di mata Allah, dirinya, keluarganya serta orang-orang di
sekitarnya. Yang selalu ada dalam benaknya adalah bagaimana ia bisa dengan
sekuat tenaganya menghilangkan catatan hitam, lembah dosa (prostitusi, red)
daerahnya.
Bersama isteri dan
ketiga anaknya ia tinggal di tengah-tengah daerah Bangunsari, mendidik dan
membina para PSK dan Germo dengan hati.