Dalam sebuah
surat kabar dikenal ada: berita, feature, tajuk, pojok, kolom, surat pembaca,
iklan. Biasanya ada pula fiksi, karikatur, foto-foto. Berita dan feature adalah
fakta, pojok dan tajuk adalah opini dari pengasuh koran, kolom dan surat
pembaca adalah opini dari luar, iklan adalah sumber duit untuk penerbitan,
sedang fiksi adalah karangan yang fiktif, bisa sebagai cerita bersambung,
cerpen, dan sebagainya.
Dari sekian
jenis isi surat kabar ini, feature yang paling sulit diberi batasan-batasannya.
Dulu, dalam teori-teori jurnalistik lama, feature dibedakan dengan berita
setelah melihat ciri yang paling menonjol; berita terikat pada bentuk penulisan
piramida terbalik dan lead atau intro yang merujuk langsung pada persoalan,
lalu syarat mutlak unsur 5 W dan 1 H harus dipenuhi. Sedang feature tidak.
Tetapi
belakangan ini perkembangan penulisan berita menjadi lain, justru mengarah ke
feature. Memang tidak semua koran melakukan hal itu, tetapi semua majalah dan
koran mingguan pasti menerapkan teknik penulisan feature untuk
berita-beritanya. Tak peduli “berita keras” atau “berita lunak”.
Dengan demikian
batasan feature pun semakin kabur. Bahkan feature di masa sekarang ini juga
mengacu kepada pemenuhan 5 W dan 1 H itu untuk memenuhi keinginan pembaca akan
informasi yang lebih komplit. Dan feature di masa sekarang ini tak lagi cuma
“enteng dan menghibur” tetapi terkadang sarat dengan kadar keilmuan — cuma
pengolahannya secara populer. Juga dipakai untuk penulisan berita-berita yang
dihasilkan dari pengumpulan bahan yang menda lam. Maka di sini lagi-lagi
batasan feature kabur dengan investigatif news.
Feature bisa
berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan
sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan,
menghidang kan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang
belum tersiar sebagai berita.
Lead
Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana). Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian.
Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana). Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian.
Feature hampir
sama dalam masalah lead, artinya harus memikat. Tetapi feature tidak tunduk
pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan
ending (penutup). enutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead.
Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada
sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa
main gampang mengambil paling akhir.Semua bagaian dalam fetaure itu penting.
Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam
menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan
daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya.
Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak
ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan
pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh
lead saya sebutkan di sini:
Lead Ringkasan:
Lead ini hampir
sama saja dengan berita biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak
penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang. Misal:Walaupun dengan
tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa rendah diri bekerja sebagai
tukang parkir di depan kampus itu. Dan seterusnya…. Pembaca sudah bisa menebak,
yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang
berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat — apalagi sebelumnya tak
ada berita tentang Pak Saleh itu — bisa melewatkan begitu saja.
Lead Bercerita:
Lead ini
menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya.
Misal:Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di
depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata lawannya
sambil menembakkan pistolnya. Dor… Preman itu tergeletak sementara banyak orang
tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yang sekejap itu …..Pembaca masih
bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi
pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.
Lead Deskriptif:
Lead ini
menceritakan gambaran dalam pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian.
Biasanya disenangi oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang. Misal:Keringat
mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu, sementara pemilik
kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua ratus rupiah. Namun lelaki
itu tetap saja merogoh saku dengan tangan kirinya yang normal, mengambil dua
koin ratusan. Pak Saleh, tukang parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin
dikasihani ….. dst….Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi
penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.
Lead Kutipan:
Lead ini bisa
menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan
tidak klise. Misal:“Saya lebih baik tetap tinggal di penjara, dibandingkan
bebas dengan pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah,”
kata Sri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari LP Cipinang. Walau
begitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara dijemput anak-istri…. dan
seterusnya.Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan tapol sebagai tekad
pemerintahan yang baru. Hati-hati dengan kutipan klise. Contoh: “Pembangunan
itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnya sudah kita lihat
bersama,” kata Menteri X di depan masa yang melimpah ruah. Pembaca sulit
terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah sebuah feature tentang
keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang agak unik.
Lead Pertanyaan:
Lead ini
menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan
pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat,
dan kalimat berikutnya sudah alinea baru. Misal:Untuk apa mahasiswa dilatih
jurnalistik?Memang ada yang sinis dengan Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang
diadakan ini. Soalnya, penerbitan pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti
kaidah-kaidah jurnalistik karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan
…. dst….Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus
di sebuah perguruan tinggi.
Lead Menuding:
Lead ini
berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata
“Anda” atau “Saudara”. Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita,
walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan. Misal:Saudara mengira sudah
menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal, belum tentu. Pernahkah Saudara
menggunakan jembatan penyeberangan kalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara
naik ke bus kota dari pintu depan dan tertib keluar dari pintu belakang? Mungkin
tak pernah sama sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat
kurang. Dst….Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata
yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.
Lead Penggoda:
Lead ini hanya
sekadar menggoda dengan sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar
secara tidak sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi
tahu, cerita apa yang disuguhkan karena masih teka-teki. Misal:
Kampanye menulis
surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata berhasil baik dan
membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak sekolah yang gemar menulis
surat, tetapi juga para pejabat tinggi di masa itu keranjingan menulis surat.
Nah, sampai di
sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini? Alinea berikutnya:Kini,
ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat kecil. Yakni, surat
sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra Soeharto, Sigit, diajak
berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta. Ternyata bukannya menyetor uang
tetapi mengambil uang setoran PDAM dalam jumlah milyaran…. dan seterusnya.
Pembaca mulai
menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya.
Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau
tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.
Lead Nyentrik:
Lead ini
nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya
baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya. Misal:
Reformasi total.
Mundur.
Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.
Teriakan itu
bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman gedung DPR/MPR untuk
menyampaikan aspirasi rakyat …. dst….
Pembaca digiring
ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.
Lead Gabungan:
Ini adalah
gabungan dari beberapa jenis lead tadi. Misal:“Saya tak pernah mempersoalkan
kedudukan. Kalau memang mau diganti, ya, diganti,” kata Menteri Sosial sambil
berjalan menuju mobilnya serta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum
cerah sambil menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu
mobilnya, Menteri berkata pendek: “Bapak saya sehat kok, keluarga kami semua
sehat….”Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa
digabung-gabungkan.
Batang Tubuh
Setelah tahu
bagaimana lead yang baik untuk feature, tiba saatnya berkisah menulis batang
tubuh. Yang pertama diperhatikan adalah fokus cerita jangan sampai menyimpang.
Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek.
Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil) mutlak untuk pemanis sebuah
feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan
sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelas kan sedikit soal Pak
Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak
Saleh diperlukan, agar orang bisa membayangkan. Tapi tak bisa dijejal begini: Pak
Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya
50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan. Data harus
dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis: Pak saleh, 50 tahun, dapat
penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak
Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota…. Di
bagian lain disebut: “Saya tidak mengharapkan,” kata lelaki dengan 9 anak
yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.Anekdot perlu untuk sebuah
feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga
penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.Detil penting tetapi
harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak. Preman itu tertembak dalam
jarak 5 meter lebih 35 centi 6 melimeter…, apa pentingnya itu? Sebut saja
sekitar 5 meter. Tapi, Gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43,
ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah
setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke
30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24
detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal
ini.
Ending
Jika batang
tubuh sudah selesai, tinggallah membuat penutup. Dalam berita tidak ada
penutup. Untuk feature setidak-tidaknya ada empat jenis penutup.
Penutup
Ringkasan:
Sifatnya
merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal
atau lead.
Penutup
Penyengat:
Membuat pembaca
kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Seperti kisah detektif saja.
Misalnya, menulis feature tentang bandit yang berhasil ditangkap setelah
melawan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas sudah datang, dan
bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi, ending feature adalah: Esok
harinya, bandit itu telah kabur kembali. Ending ini disimpan sejak tadi.
Penutup Klimak:
Ini penutup
biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya
jelas. Di masa lalu, ada kegemaran menulis ending yang singkat dengan satu kata
saja: Semoga. Sekarang hal seperti ini menjadi tertawaan. Ini sebuah
bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.
Penutup tanpa
Penyelesaian:
Cerita berakhir
dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil
kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung,
masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan.Demikian sekilas tentang teknik
penulisan feature. Akan halnya ide feature itu bisa diperoleh dari berbagai
hal. Bisa dari kelanjutan berita-berita aktual, bisa mendompleng hari-hari
tertentu, atau profil tokoh yang sedang ramai dibicarakan. Yang penting ada newspeg
(cantelan berita), karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan
gaya mirip fiksi.Kalau bulan Mei, tulislah feature tentang Hari Kebangkitan
Nasional, misalnya. Jangan menulis feature tentang Pertempuran Surabaya di
bulan Mei ini.
tulisannya bagus, templatenya juga bagus tapi sayang gak ada sub menunya
BalasHapus